SANGSI ATAS PELANGGARAN ATURAN RAHASIA BANK
Pengertian Rahasia Bank
Dalam Pasal 1 angka 16 UU No 7
Tahun 1992 tentang Perbankan (UUP 1992) dinyatakan bahwa rahasia bank adalah
“segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal ini dari nasabah
bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
Pengertian “kelaziman dunia
perbankan” dijelaskan dalam penjelasan Pasal 40 yaitu “seluruh data dan
informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal
lain dari orang dan badan yan diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya”
Dari kedua pengertian di atas, maka
terlihat bahwa pengertian rahasia bank menjadi sangat luas karena meliputi data
dan informasi yang berhubungan dengan keuangan atau hal-hal lain dari nasabah
baik mengenai simpanannya atau kredit (pinjaman) nasabah.
Namun kerahasiaan bank ini
dikecualikan dalam hal kepentingan perpajakan, peradilan pidana, perkara
perdata, tukar menukar informasi antar bank sebagaimana yang telah ditegaskan
dalam Pasal 40 (1) UU No.7 Tahun 1992.
“Bank dilarang memberikan
keterangan yang tercatat pada bank tentang keuangan dalam hal-hal lain dari
nasabahnya, yang wajib diharasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia
perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 41, Pasal
42, Pasal 43, dan Pasal 44”.
Berbagai pendapat yang berkembang
tentang luas cakupan rahasia bank ini, maka dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang
Perbankan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberi pengertian yang lebih
sempit terhadap pengertian kepada rahasia bank.
Pasal 1 angka 28 UU No 10 Tahun
1998 menyatakan rahasia bank adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpangan dan simpanannya”.
Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan telah
mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1 butir 16 bab VII
pasal 40, 42 , 43 , 44 , 45 ,dan Bab VIII pasal 47. Aturan mengenai rahasia
bank ini kemudian diubah seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Rahasia bank yang
dimaksud dalam Undang-undang No.10/1998 tersebut sangat berbeda dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992.
Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkan Undang-undang
Nomor 7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 menunjukkan bahwa bank sering kali
mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur
aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk
memberikan batasan yang lebih jelas terhadap rahasia bank, maka Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 mengubah pengertian rahasia bank dalam pasal 1 Butir 1
“segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan
dan simpanannya”.
Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada data
nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam
konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank
dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak
termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank
terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini
sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan
dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam
pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat
satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk
rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai
nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data
nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah.
Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan
pasal 40 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, namun penjelasan tersebut tetap
kurang secara jelas menyelesaikan permasalahan tersebut. Penjelasan Pasal 40 tersebut
adalah sebagai berikut:
“Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang
sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan
keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.
Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan
keterangan yang wajib dirahasiakan bank”.
Secara lebih rinci Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-undang
nomor 10 Tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:
a. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
b. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.
c. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
d. Pihak terafiliasi adalah:
1) Anggota dewan komisaris,pengawas, direksi, atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank,
2) Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi
sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku,
3) Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain
akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya,
4) Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia (BI) turut
memengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya,
keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi dan keluarga pengurus.
Pengecualian terhadap Rahasia Bank
a. Kepemimpinan Perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis
tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang
dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang
diminta.
b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau
PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak
bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di
atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama
nasabah debitor yang bersangkutan dan alasan diperlukan keterangan.
c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,
jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan
yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas
permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung,
atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan
selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap.
Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa
atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan
dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
d. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situasi ini bank
dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta
keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Pimpinan
Bank Indonesia
e. Tukar-menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan
untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank
yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi,
sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain
diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara
garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor
yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar-menukar
informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
f. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah
penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis.
g. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli
waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
Sanksi Pelanggaran
Bagi pihak yang merasa dirugikan
oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui isi
keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam
keterangan yang diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku,
termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan
yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Pembukaan rahasia bank
yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI berdasarkan Pasal 51 Ayat 1
Undang-undang tentang Perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai
kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administratif
sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai
berikut:
Sanksi Pidana
1. Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan
peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari
pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi
untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,-
(dua ratus miliar rupiah).
2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak
melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).
3. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang
dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana
telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk
tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin
usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah
sanksi administratif sebagai berikut:
a. Denda uang;
b. Teguran tertulis;
c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor
cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank
Indonesia;
g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang
saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sumber : http://www.unjabisnis.net/rahasia-bank-dan-sanksi-sanksi-adminisratif-pelanggaran-bank.html
0 komentar:
Posting Komentar